Pengusaha Kuliner Optimistis Dapat Bangkit

oleh
Perajin UMKM menata produk sambal siap saji pada Festival Meugah 2022 bertema Membangun Ekosistem Keuangan Digital di Blangpadang, Banda Aceh, Aceh, Minggu (27/3/2022). Festival yang diselenggarakan Bank Indonesia itu dalam rangka mendukung akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan di Indonesia. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/tom.

JAKARTA – Pengusaha kuliner optimistis dapat kembali bangkit dengan sinergi bisnis luring maupun daring, seiring dengan relaksasi pembatasan kegiatan yang diterapkan pemerintah.

Menurut Ketua Bidang Pelatihan Bisnis Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia (Apkulindo) Pusat Giri Buana, digitalisasi di bisnis ini suatu keniscayaan yang harus dilakukan. Tetapi, potensi pasar dine in setelah pandemi juga tidak bisa diabaikan begitu saja.

“Sekaranglah saatnya untuk kembali menjalankan bisnis kafe dan resto secara offline lagi. Tidak ada salahnya sistem online dan offline berjalan simultan,” kata Giri dalam pernyataan di Jakarta, Kamis seperti dikutip dari ANTARA..

Ia memastikan pelonggaran regulasi PPKM tidak lagi membatasi kegiatan masyarakat dan membatasi bisnis kafe dan restoran yang sempat lesu ketika tinggi-tingginya kasus COVID-19.

“Ini kesempatan, karena salah satu pangsa pasar terbesar adalah beraktivitasnya anak sekolah dan kantor. Itu membuat kami optimistis untuk kembali membangun bisnis kuliner. Asal punya konsep dan target market yang jelas,” katanya.

Dalam kondisi saat ini, ia memastikan digitalisasi harus dilakukan para pelaku usaha kuliner sebagai kegiatan new normal, meski efek pandemi COVID-19 sudah mulai mereda.

“Pandemi mengajarkan kita untuk pintar melakukan efisiensi. Konsep ghost kitchen buat usaha kuliner misalnya, memangkas banyak investasi dan overhead cost. Makanya itu sangat berkembang di luar negeri, bukan sekadar karena ada pandemi, tapi memang sudah saatnya era seperti ini,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menyarankan para pelaku usaha kafe dan restoran untuk terus berinovasi pada produk agar pelanggan tidak segan untuk kembali dan menikmati layanan.

“Jangan terlalu yakin produk kita sudah kuat. Inovasi tetap perlu. Jangan pikir sudah go digital dengan daftar di GoFood atau GrabFood kita tinggal duduk manis. Banyak hal teknis yang harus kita kuasai, seperti foto produk dan grafis yang bagus di online,” katanya.

Giri juga mengingatkan kepada para pelaku usaha kuliner untuk memperhatikan standarisasi produk makanan dan minuman agar kualitas rasa dan kebersihan tetap terjaga.

“Meski di usaha kafe dan resto ada sesuatu yang bisa kita jual seperti kenyamanan, estetika atau suasana outdoor, produk makanan tetap penting. Kalau enak mereka akan kembali dan enaknya itu harus konsisten (terstandar),” katanya.

Sementara itu, Asisten Deputi Konsultasi Bisnis dan Pendampingan Deputi Bidang Kewirausahaan Kemenkop UKM Destry Anna Sari mengingatkan para pelaku UMKM, khususnya di sektor kuliner, untuk serius melakukan digitalisasi usaha.

Ia menyatakan saat ini terdapat 64,2 juta UMKM di Indonesia yang mencakup 99,9 persen usaha secara keseluruhan. Namun, dari 99,9 persen populasi usaha tersebut, hanya 18,83 persen yang sudah terhubung secara digital.

“Sektor kuliner merupakan potensial winner di masa pandemi, apalagi yang memperhatikan aspek kesehatan, ramah lingkungan dan berbasis alam,” ujarnya.

Dengan digitalisasi, ia pun mengatakan, para pelaku UMKM kuliner bisa punya akses pasar yang lebih luas serta mengakses pengadaan barang dan jasa pemerintah secara online.

“Pengadaan barang dan jasa pemerintah nilainya sampai Rp400 triliun per tahun. Termasuk ada kebutuhan makanan dan minuman di situ. Resto dan kafe bisa menawarkan paket-paket makanan dan minuman untuk acara pemerintah,” kata Destry.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *