JAKARTA – Branch Manager PT Kontakperkasa Futures (KPF) Cabang Surabaya Luthfi Jundiaturridwan menjelaskan, dunia investasi memang mendapatkan citra negatif dengan kabar mengenai kasus investasi bodong yang sedang marak. Namun, bukan berarti industri bursa komoditas bakal lesu.
’’Sebagai pialang yang legal, kami melihat momen tersebut sebagai kesempatan. Ini berarti masyarakat lebih melek tentang investasi,’’ paparnya seperti dilansir Jawa Pos, Minggu (20/3).
Pertumbuhan bursa komoditas selama beberapa tahun ini memang cukup tinggi. Dia mencontohkan volume transaksi perseroan tahun lalu yang mencapai 53 ribu lot. Angka tersebut tumbuh 35 persen dibandingkan 2020. Sementara itu, jumlah nasabah tumbuh 25 persen menjadi 212 orang.
Pada kuartal pertama tahun ini, lanjut dia, pihaknya pun mencatatkan volume transaksi mencapai 17 ribu lot dengan nasabah baru berjumlah 56 orang. Capaian tersebut tumbuh 30 persen jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. ’’Ini menjadi bukti pertumbuhan meski ada kabar yang tak terlalu baik,’’ tuturnya.
Salah satu faktor bursa komoditas yang masih diminati adalah perdagangan emas fisik. Dia mengatakan, hampir semua transaksi merupakan logam mulia. Sementara itu, produk berjangka lainnya seperti indeks saham atau valuta asing tak terlalu laku.
Dia menjelaskan, emas memang disenangi investor karena perannya sebagai safe haven alias aset perlindungan. Dengan demikian, setiap kali ada konflik global, emas bakal selalu dicari. ’’Kita bisa lihat bahwa perang Rusia-Ukraina membuat nilai emas menembus rekor. Karena itu, investor jelas tertarik untuk bermain di komoditas emas,’’ ujarnya.
Luthfi menyebut pertumbuhan volume transaksinya bisa mencapai 200 persen tahun ini. Hal tersebut dilakukan dengan mengincar pasar milenial yang sedang getol melakukan investasi. Mereka bakal mengedukasi masyarakat untuk bisa menggunakan uang simpanan guna mencari keuntungan.
Pertumbuhan investasi emas memang terjadi di berbagai bursa. Misalnya, Indonesia Commodity and Derivatives Change (ICDX).
Badan bursa komoditas selain Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) itu juga melihat potensi dalam pasar fisik emas digital. Beberapa waktu lalu, pasar tersebut meluncurkan transaksi off exchange.
’’Sistem itu mengizinkan perdagangan antarnasabah dan pedagang. Sedangkan on exchange terjadi di dalam platform perdagangan bursa,’’ ujar Vice President of Membership ICDX Yohanes Silaen.
Pada kesempatan yang sama, pengamat investasi Putu Anom Mahadwartha menjelaskan, emas tidak hanya menarik untuk pelaku trader. Investor pun dilihat mulai bergerak untuk menyimpan emas. Hal tersebut disebabkan harga emas saat ini masih rasional.
’’Sebenarnya, harga emas ini sudah turun jika dibandingkan dengan puncak pandemi. Seharusnya, it’s time to buy,’’ ujarnya.
Faktor paling utama dari pergerakan harga emas memang masih soal Covid-19. Investor harus melihat bagaimana dampak Covid-19 terhadap laju ekonomi. Ditambah dengan kebijakan tapering pemerintah AS, dia melihat bahwa pergerakan harga emas global berada kisaran USD 1.600–2.045 per troy ounce.
Soal perang Ukraina-Rusia, Anom melihat dampak yang diberikan masih sementara. Hal tersebut disebabkan investor yang sedang mencari safe haven. Namun, dia melihat bahwa kenaikan itu mulai terkoreksi.
Dia menambahkan, proyeksinya bisa berubah jika kondisi Eropa Timur mengalami eskalasi dalam waktu yang lama. Hal tersebut tentu bakal membuat gangguan suplai chain global tambah parah. ’’Kalau terus berlanjut, bisa jadi emas tembus USD 2.100 per troy ounce. Saat ini masih berkisar USD 1.960-an,’’ tuturnya.