KENDARI – Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga teleh menerbitkan izin sertifikat tanah milik Hj Mawiah berukuran 468 meter persegi untuk pihak yang tidak seharusnya.
Penerbitkan izin sertifikat yang terletak di Kelurahan Nambo itu dikeluarkan untuk atas nama Awaludin Yunus yang merupakan cucu Mawiah (Almarhumah) tanpa sepengetahuan Marwiah yang merupakan ahli waris, anak kandung pertama pemilik tanah.
Kuasa Hukum Marwiah, Dahlan Moga mengatakan, bahwa sesuai data peta wilayah Kelurahan Nambo yang ada di kantor Lurah Nambo atas lahan-lahan yang ada di kelurahan tersebut menyatakan bahwa tanah yang menjadi polemik tersebut masih menjadi milik Hj Mawiah atau orang tua dari kliennya dengan nomor peta 1054.
Sehingga tanpa diketahui, lahan tersebut sudah disertifikatkan atau belum. Untuk itu, pihaknya mencoba menelusuri dengan melakukan konfirmasi ke Kantor Pertanahan Kota Kendari. Hal tersebut untuk mengetahui apakah ada mafia tanah pada lahan milik kliennya.
“Untuk itu kami minta konfirmasi dari pihak kelurahan menyangkut lahan dari orang tua klien kami yang ada indikasi telah diterbitkan dokumen atau surat-surat terhadap pihak lain, baik oleh kelurahan maupun kantor pertanahan Kendari,” ungkap Dahlan kepada HaloSultra.com, Senin (24/7/2023).
Kata Dahlan, ahli waris sebagai anak pertama (kandung), Marwiah, mengaku merasa aneh dan tidak menerima karena seluruh warisan dikuasai oleh cucu dan saudaranya Mulyani (adik bungsu).
Bahkan, cucu bernama Awaludin Yunus, telah membuat sertifikat tanpa sepengetahuan dirinya sebagai anak pertama.
Hal itu dibuktikan dengan ada foto sertifikat atas nama Awaludin Yunus tahun 2015 yang ditandatangani Lurah Nambo, Rajamuddin saat itu menjabat.
Bukan hanya itu, sebidang tanah lainnya ukuran 14 x 24 m² pun telah dijual lagi oleh Mulyani (anak bungsu), tanpa sepengetahuannya.
Hal itu juga dibuktikan dengan surat penguasaan fisik dari kantor kelurahan, tercantum dengan harga jual beli tahun 2022, lagi-lagi ditandatangani oleh Lurah Rajamuddin.
“Mereka itu terlalu serakah dengan tanah. Tanah itu luas, semua diambil. Saya menuntut hak sebagai anak pertama. PBB saya yang bayar, ada keringat saya disitu. Kok cucu yang buat sertifikat tanpa ada persetujuan dari saya,” jelasnya.
Sebagai anak pertama, dirinya tidak menuntut untuk mengambil semua warisan tanah milik ibunya, dirinya hanya meminta bagian atau menuntut hak sebagai ahli waris, apalagi sebagai anak pertama dan tinggal bersama ibunya.
Marwia juga mengaku kesal dengan aparat kantor Kelurahan Nambo yang selalu menyembunyikan terkait pembuatan sertifikat atas nama Awaludin Yunus, termasuk lahan yang dijual Mulyani.
Untuk itu dia menduga ada kongkalikong dalam proses pembuatan sertifikat atas nama Awaludin Yunus.
“Sertifikat atas nama Awaludin Yunus (cucu) dibuat dari tahun 2015. Saya tahu nanti, Kamis 20 Juli 2023 kemarin. Setiap saya ke kantor lurah Nambo, lurahnya saat itu Rajamuddin tidak pernah jujur, padahal dia sudah tahu, dan jelas bertanda tangan. Saya laporkan secara hukum, kalau memang bisa dipidanakan saya akan pidanakan,” kesalnya.
Marwia menambahkan, terkait dengan rumah yang di tempati saat ini jika saudaranya (Mulyani) menganggap itu adalah warisan dari ibu mereka, Marwia menampik hal tersebut karena tanah itu merupakan pengganti dari tanah yang diserobot oleh Mulyani.
“Dulu ada rumah saya (sekarang rumahnya Maman) yang diambil tanpa persetujuan dari saya. Kami punya dua bapak, nah tanah tersebut merupakan warisan dari bapak kandung saya bukan tanah dari ibu kandung saya. Tapi dia datang tinggal, lalu dia (Mulyani) jual,” terangnya.
Sementara itu, Sekretaris Lurah Nambo Isramadan membantah bahwa tidak ada dokumen terkait surat yang diterbitkan oleh kelurahan kepada pihak lain atas lahan dari orang tua Marwiah, baik sepengetahuan pihak pemerintah kelurahan maupun dalam arsip yang ada.
“Persoalan tanah tersebut, dalam peta pemetaan PTSL tahun 2020, yang tertera itu memang masih alm Hj. Mawiah. Dan tidak pernah ada gambar di dalam bahwa ada yang memiliki. Pajaknya pun masih ibu Marwiah (anak pertama) yang bayar,” tuturnya.
Dia mengaku, bahwa selama ia berada di kantor Kelurahan Nambo sejak 2012 belum pernah ada yang datang untuk bermohon terkait kepemilikan tanah tersebut.