Menggali Potensi Perkebunan Sultra, dari Kakao hingga Mete

oleh
Mentan Syahrul Yasin Limpo dalam kunjungannya ke Kabupaten Kolaka meninjau salah satu lokasi kebun kakao di Desa Konaweha Kecamatan Samaturu sebagai bagian dari program kerja Kementan TA 2023 dalam subsektor perkebunan/Ist.

KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra) memiliki potensi yang sangat besar di sektor perkebunan. Wilayah ini terkenal dengan kondisi tanah dan iklim yang sangat mendukung untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, kopi, kakao, karet, dan lain sebagainya.

Keberadaan perkebunan di Sultra memberikan kontribusi besar dalam perekonomian daerah. Sektor ini dapat menyerap tenaga kerja dan menciptakan peluang investasi yang menjanjikan.

Terlebih lagi, Pemprov Sultra terus mendorong pengembangan sektor perkebunan melalui kebijakan yang menguntungkan bagi para investor.

Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra, kakao menjadi komoditi perkebunan yang dominan dihasilkan di Sultra.

Tahun 2021 produksi komoditas kakao sebesar 110.770 ton, dari luas tanam 238.592 Ha. Selain kakao, terdapat tanaman kelapa dan jambu mete yang produksinya juga tergolong besar, masing-masing sebesar 43.795 ton dan 46.508 ton pada tahun 2021.

Khusus untuk komoditas kakao di Sultra, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mendorong adanya pengembangan hingga hilirisasi komoditas kakao guna mendongrak nilai ekspor kakao sebagai komoditas unggulan perkebunan.

Untuk itu, kakao menjadi salah satu produk perkebunan yang tahun ini digenjot produksinya selain tanaman potensial lainnya untuk ekspor seperti sawit, kopi dan karet.

“Rata-rata tanaman kakao kita umurnya sudah di atas 15 sampai 20 tahun bahkan ada yang 30 tahun. Ini menjadi salah satu permasalahan sehingga harus ada rancangan untuk kemudian melakukan replanting dari apa yang ada dan hari ini adalah bagian- bagian dari upaya peningkatan produksi kakao kita,” kata Mentan SYL pada acara panen dan tanam kakao sekaligus Supervisi Anggota BPK RI Program Kerja Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2022 di Desa Konaweha Kecamatan Samaturu, Kabupaten Kolaka, Kamis (23/2/2023).

Syahrul menyebut produktivitas rata-rata nasional kakao masih di bawah potensi, karena pemeliharaan yang kurang intensif, inkonsisten dalam penerapan Good Agricultural Practices (GAP), serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) utama kakao, dampak perubahan iklim serta sarana produksi yang kurang memadai.

Oleh karena itu, pengembangan komoditas kakao secara berkelanjutan sangat penting yang disertai dengan memperkuat pembangunan hilirisasi nya yang lebih baik lagi.

“Kita fokuskan saja pada hilirisasi komoditas perkebunan kita. Hilirisasi kita akan mulai setiap kabupaten sebesar 17 sampai 20 persen untuk setiap komoditas perkebunan seperti kelapa, kopi dan untuk Kolaka ini, komoditas kakao,” terangnya.

Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo melihat potensi perkebunan kakao di Kabupaten Kolaka/Dok. Pemprov Sultra

Tidak hanya itu, sambung Mentan, komoditas kakao juga merupakan komoditas sosial dimana perkebunan kakao 99 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 1,6 juta kepala keluarga (KK).

Untuk itu, upaya-upaya pemerintah dalam perbaikan mutu biji kakao perlu dilakukan secara intensif, di antaranya pembinaan kepada petani terkait Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) sehingga dihasilkan biji kakao yang berkualitas baik sesuai standar maupun 4 persyaratan negara tujuan ekspor.

“Kita akan terus meningkatkan pengawasan mutu kakao dari hulu hingga hilir dengan memfasilitasi sarana prasarana pascapanen dan pengolahan beserta pengujian mutu kakao di sentra kakao secara berkala melibatkan tenaga daerah,” paparnya.

Disamping itu, Mentan SYL mengatakan sesuai arahan Presiden Jokowi, pengembangan komoditi perkebunan seperti kakao yang merupakan tanaman tahunan yang membutuhkan waktu lebih dari 2 tahun untuk berbuah, wajib tumpang sari dengan tanaman lain yang umurnya lebih pendek. Ini guna meningkatkan pendapatan petani yang lebih bervariasi, tidak hanya mengandalkan kakao.

“Tentu saja kita berharap harga coklat di dunia tidak pernah turun dalam kondisi krisis apapun. Untuk itu, pengembangan coklat yang akan terus kita lakukan menjadi ruang- ruang untuk kita terus akselerasi,” tandasnya.

Bersamaan, Dirjen Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengatakan luas areal kakao nasional tahun 2021 seluas 1.460.396 ha dengan produksi sebesar 688.210 ton biji kering dengan produktivitas 0,72 ton/ha.

Untuk luas areal kakao di Provinsi Sultra seluas 236.793 ha dengan produksi 107.152 ton dengan produktivitas sebesar 0,64 ton/ha dan Kabupaten Kolaka seluas 28.663 ha, produksinya 8.022 ton dengan produktivitas sebesar 0,45 ton/ha.

“Pada tahun 2023 ini, kita mengalokasikan kegiatan pengembangan kakao seluas 8.050 hektar melalui kegiatan intensifikasi, peremajaan dan perluasan yang didukung operasional substation dan juga kita akan lakukan pilot project fertigasi kakao. Selain itu juga telah diluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus perkebunan yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh petani di Indonesia,” ucapnya.

Andi mengungkapkan ekspor kakao Indonesia meningkat sebesar 0,85 persen dari tahun 2021 yaitu dari 382.718 ton dengan nilai Rp 17,22 triliun pada tahun 2022 menjadi 385.981 ton dengan nilai Rp 19,80 triliun. Kondisi saat ini, Indonesia telah bertransformasi dari negara penghasil biji kakao menjadi pengolah kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Belanda.

“Sehingga perlu untuk mewujudkan kemandirian petani dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas dengan prinsip berkelanjutan produksi serta peningkatan kualitas produksi,” tegas Andi.

Tidak hanya itu, Sultra juga memiliki potensi besar dalam produksi mete. Daerah ini menjadi salah satu sentra produksi mete terbesar di Indonesia, dengan luas lahan perkebunan mencapai 50 ribu hektar dan produksi sekitar 50 ribu ton per tahun.

Potensi ini menjadi peluang investasi yang menarik bagi para pengusaha yang ingin mengembangkan bisnis di sektor perkebunan.

Bahkan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sultra mencatat kacang mete menjadi satu-satunya perwakilan di sektor pertanian pada ekspor di tahun 2022.

Kepala Disperindag Sultra, Sitti Saleha mengatakan kacang mete menjadi komoditi unggulan di sektor pertanian Sultra tahun 2022 dengan volume ekspornya sebesar 18 ton yang memiliki nilai jual 22 ribu dolar Amerika.

Gubernur Ali Mazi saat menyampaikan sambutan di acara Rapat Koordinasi Awal Kegiatan Neraca Penatagunaan Tanah Sektoral Perkebunan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sultra/Dok. Pemprov Sultra.

Hal itu didasarkan karena pelaku usaha kacang mete kebanyakan mendistribusikan komoditi lainnya antar pulau misalnya ke Makassar dan Surabaya.

“Untuk itu, kami terus mengimbau serta memberikan pendampingan kepada pelaku usaha agar pengiriman komoditi dilakukan dari Sultra berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) menuju negera tujuan. Semua sektor di Sultra memiliki potensi yang besar,” ujar Saleha dikutip dari Zonasultra.id.

Sementara itu, Gubernur Sultra, Ali Mazi menyebutkan wilayah Bumi Anoa memiliki potensi di sektor khususnya sub sektor perkebunan, dengan luas wilayah perkebunan sekitar 511.935,25 Ha yang tersebar pada 17 kabupaten/kota.

“Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa sektor agraris termasuk di dalamnya perkebunan adalah sektor unggulan, terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini. Dapat dikatakan sektor pertanian dapat terus tumbuh dan tidak terpengaruh oleh pandemi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2021, ekonomi Sulawesi Tenggara pada tahun 2021 mengalami pertumbuhan sebesar 4,10 persen dibanding tahun 2020. Pertumbuhan ini terjadi pada seluruh lapangan usaha. Dengan sektor pertanian sebagai sektor usaha yang memiliki peran dominan dalam pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara dengan laju pertumbuhan sebesar 2,55 persen,” kata Gubernur Ali Mazi saat menyampaikan sambutan di acara Rapat Koordinasi Awal Kegiatan Neraca Penatagunaan Tanah Sektoral Perkebunan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sultra, beberapa waktu lalu.

Data ini menunjukkan, bahwa sektor perkebunan sangat potensial dan memiliki nilai ketahanan dalam kondisi apapun.

“Patut kita syukuri bersama kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah menganugerahkan potensi perkebunan sebagai salah satu sumber daya alam yang melimpah ruah di Bumi Anoa kita tercinta ini, dengan cara menjaga dan mengembangkannya secara cerdas, bijak dan bertanggungjawab untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama yang Insya Allah nantinya dapat pula dinikmati oleh anak cucu kita,” tambah Gubernur.

Berdasarkan tersebut, maka kata Ali Mazi sudah selayaknya sektor perkebunan didukung agar menjadi sektor unggulan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sultra. Bentuk dukungan dari pemerintah salah satunya bisa diwujudkan dengan menetapkan kebijakan strategis terkait perkebunan di Sultra.

Pemprov Sultra juga terus mendorong pengembangan sektor perkebunan melalui berbagai program, seperti pengembangan budidaya. Selain itu, pemerintah juga memberikan berbagai insentif dan kemudahan bagi investor yang ingin berinvestasi di sektor ini.

Dengan potensi besar yang dimilikinya, sektor perkebunan di Sultra menjadi salah satu sektor yang menjanjikan untuk investasi.

Dalam mengembangkan bisnis di sektor ini, para investor dapat memanfaatkan berbagai insentif dan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah.

Selain itu, mereka juga dapat memanfaatkan kondisi alam yang mendukung dan potensi yang dimiliki oleh Sulawesi Tenggara sebagai sentra produksi berbagai jenis tanaman perkebunan. ***/Adv

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *