KADIN Gelar Business Workshop, Bahas Pemanfaatan SDA Indonesia untuk Obat Tradisional dan Modern

oleh
Suasana Business workshop ke-3 yang membahas pemanfaatan potensi sumber daya alam Indonesia untuk obat tradisional dan modern di Padang Room, The Westin Hotel Jakarta, Selasa (20/12/2022)/Ist.

JAKARTA – KADIN Regenerative Forest Business kembali menggelar rangkaian business workshop ke-3 yang membahas pemanfaatan potensi sumber daya alam Indonesia untuk obat tradisional dan modern di Padang Room, The Westin Hotel Jakarta, Selasa (20/12/2022).

Sesuai dengan visi KADIN Regenerative Forest Business Sub Hub (RFBSH) sebagai salah satu wadah komunikasi antar sektor mulai dari hulu hingga hilir, maka dalam kegiatan ini akan mencoba mempertemukan para pemangku kepentingan.

Pertemuan antar stakeholders tersebut diharapkan dapat membuka peluang serta kesempatan antar satu sama lain untuk dapat memaksimalkan potensi yang keanekaragaman hayati yang melimpah dan dapat menghasilkan beberapa produk yang diantaranya adalah obat-obatan, agrokimia serta bahan baku industri yang dimiliki, terlebih adanya dasar hukum UU No.11 tahun 2020 dan PP No.23 tahun 2021.

Pengusaha kehutanan dapat mendiversifikasikan usahanya menjadi multi usaha kehutanan yang regenerative.

Pada business workshop kali ini secara spesifik mencoba membuka kesempatan dan merumuskan roadmap untuk produksi obat-obatan tradisional Indonesia yang dapat memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat serta kelestarian lingkungan dalam upaya mencapai target NDC 2030 Indonesia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Agus Justianto menyampaikan komitmen Pemerintah terhadap Regenerative Forest Business dan bagaimana implementasinya untuk produksi obat-obatan nasional.

“Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Indonesia, mendukung penuh program Regenerative Forest Business melalui multi usaha kehutanan sebagai upaya pengelolaan hasil hutan bukan kayu,” ucap Agus.

Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan KADIN Indonesia, Silverius Oscar Unggul memberikan pandangan KADIN Indonesia terhadap peluang serta tantangan Regenerative Forest Business dalam Pemanfaatan sumber daya alam untuk obat tradisional dan modern.

“Potensi kehutanan di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai pusat tanaman dan tumbuhan obat. Tanaman obat adalah tanaman yang bagiannya dapat dimanfaatkan sebagai obat, baik itu berupa daun, umbi, akar, buah, maupun bagian lainnya. Tanaman obat merupakan tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat baik dalam membantu memelihara kesehatan maupun pengobatan suatu penyakit,” ujar Silverius.

Silverius juga mengatakan jika tumbuhan obat adalah tumbuhan yang telah diidentifikasi dan diketahui berdasarkan pengamatan manusia memiliki senyawa yang bermanfaat untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit, melakukan fungsi biologis tertentu, hingga mencegah serangan serangga dan jamur. Oleh karena itu perlu penguatan di dalam multi usaha kehutanan sebagai bisnis regeneratif, di mana memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan sosial.

Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan RI, Agusdini Banun Saptaningsih menyampaikan agenda Kementerian Kesehatan yang berkaitan dengan manajemen pengelolaan obat-obatan bagi kebutuhan dunia farmasi yang berkaitan dengan sistem Regenerative Forest Business.

Dijelaskan bahwa potensi dukungan sektor kehutanan dan pertanian terhadap ketersediaan bahan baku pembantu industri obat sesungguhnya cukup tinggi. Untuk itu dibutuhkan sinergi antar pihak terkait guna mewujudkan potensi tersebut.

“Kami menginisiasi pertemuan lintas sektor untuk meningkatkan sinergi antar pihak, baik antar Kementerian/Lembaga teknis terkait, Pemerintah Daerah, pelaku usaha farmasi, hingga riset dan pengembangan teknologinya”, ucap Agusdini.

Agusdini juga mengatakan jika potensi industri farmasi maupun obat tradisional secara jumlah terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Karena itu Pemerintah menata kebijakan-kebijakan yang terkait, mulai dari hulu.

Kebijakan percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan dilatarbelakangi oleh Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 untuk menjamin ketersediaan farmasi dan alat kesehatan, sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional.

Sementara, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO), Evi Safitri Iriani mengatakan jika Indonesia kaya akan rempah serta memiliki potensi yang besar sebagai masa depan penghasil obat-obat serta sebagai sarana pengujian tanaman rempah dan obat di Indonesia.

“Indonesia memiliki keragaman biodiversitas ke-2 di dunia, 10.000 tanaman potensi untuk kesehatan termasuk atsiri, Ada 97 tanaman atsiri potensial, namun baru 25 yang sudah dikembangkan. Potensi hasil tanaman dan tumbuhan obat sangat tinggi baik yang dihasilkan melalui sistem budidaya pertanian maupun dari alam,” ucap Evi.

Evi menjelaskan jika minyak atsiri sendiri merupakan metabolit sekunder campuran senyawa organik yang mudah menguap yang diperoleh dari bunga, buah, biji, daun, batang ataupun akar tanaman.

Di tempat yang sama, Head of Business Unit Bintang Toedjoe Inovasi Natural, Sari Pramadiyanti membahas mengenai pemanfaatan jahe merah dalam industri obat-obatan herbal Indonesia. Dalam kesempatan ini menyampaikan mengenai “Peluang Bisnis Rempah di Indonesia”.

Sebagai salah satu negara penghasil rempah terbesar di dunia, Indonesia sudah tidak diragukan lagi di seluruh dunia. Komoditas rempah termasuk komoditas yang berperan dalam kontribusi pembangunan ekonomi nasional.

“Indonesia berada pada peringkat enam dunia eskportir rempah dengan pangsa pasar 6,03 persen setelah India (pangsa pasar 18,75 persen), China (14,25 persen), Vietnam (7,14 persen), Madagaskar (6,47 persen), dan Guatemala (6,37 persen),” ucap Sari.

Sari menambahkan, salah satu komoditas unggulan rempah Indonesia dan telah dimanfaatkan oleh PT Bintang Toedjoe adalah Jahe Merah. Bintang Toedjoe, merupakan industri farmasi dan obat tradisional yang berpengalaman, yang juga menggunakan rempah yakni jahe merah sebagai bahan unggulan dalam produk jadinya.

Untuk bisa menjamin daya saing, maka faktor kualitas (quality), biaya (cost) & transportasi/pengiriman (delivery) menjadi faktor penting yang harus dipastikan pemenuhannya.

Arianto Mulyadi, Director of Corporate Communication and Sustainabililty Indesso, berbicara terkait dengan rantai nilai astiri yang berkelanjutan pada lingkungan dan juga sosial.

“Indesso mengembangkan pola kerjasama antara industri hulu dan hilir. Industri hulu pengolahan minyak atsiri melibatkan petani, penyuling, pengepul dan perusahaan pemasok. Sebagai penghubung, terdapat offtaker sebagai perusahaan manufaktur/eksportir. Sedangkan industri hulu, terhubung dengan Perusahaan Flavor & Fragrance serta Perusahaan Farmasi, Aromaterapi, Makanan-Minuman, Kosmetik, dll,” ucap Arianto.

Arianto juga menjelaskan bahwa nilai ekspor tahunan komoditas atsiri mencapai >USD400juta, dan Indonesia sebagai pemimpin pasar dunia komoditas Minyak Nilam, Minyak Cengkeh dan derivatnya, Minyak Pala, Minyak Sereh Wangi dan lainnya.

Komoditas atsiri juga membantu pengembangan hidupnya industri kecil penyulingan tradisional. Saat ini yang tergabung dengan Indesso berjumlah > 3000 tersebar di seluruh Indonesia.

Selain itu terna (tumbuhan yang batangnya lunak karena tidak membentuk kayu) atsiri didapat dari tanaman budidaya maupun bukan budidaya (wild collection).

Setiap IKM menghidupi puluhan-ratusan petani, sehingga diperkirakan ada >200ribu petani terkait dengan komoditas atsiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *