Harga Tiket TNK Jadi Polemik, Masyarakat Jangan Mau Dibenturkan

oleh
Keindahan Komodo di Taman Nasional Komodo. (SHUTTERSTOCK/SERGEY URYADNIKOV)

JAKARTA – Biaya tiket masuk Taman Nasional Komodo (TNK) akan naik. Pengunjung harus membayar Rp 3,75 juta untuk masuk ke kawasan tersebut.

Harga tiket itu pun saat ini menjadi polemik antara pemerintah dengan sejumlah pelaku bisnis pariwisata di wilayah Labuan Bajo, Manggarai Barat.

Ketidakharmonisan itu dinilai bentuk ketidakmampuan pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Barat dalam melakukan kerja politiknya membawa aspirasi masyarakat sehingga membenturkan masyarakat dengan perusahan yang ditunjuk sebagai pengelola.

Tokoh Pemuda Manggarai Barat, Ferry Adu menilai, masalah pariwisata sudah sejak 2011 dilakukan penataan namun semua berakhir tanpa ada kejelasan karena Pemda dan pihak-pihak terkait tidak mampu mengambil kesempatan emas tersebut. Terutama untuk mempersiapkan diri, mensosialisasi dan mengedukasi masyarakat untuk mengambil manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat Manggarai Barat.

“Justru yang ada hanya berpasrah diri dan mengeluh serta saling menyalahkan, sehingga wisatawan hanya datang dan pergi begitu saja,” ujar Ferry dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Kamis (28/7).

Ferry meminta kepada Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat yang mewakili para travel agent untuk tidak menjadikan alasan dengan mengatasnamakan konservasi dan pelestarian lingkungan dengan menolak kenaikan tairf masuk Taman Nasional Komodo untuk kepentingan tertentu.

Ia juga menyesalkan, momen kedatangan Presiden Joko Widodo kemarin telah dicederai dengan kesalahan terbesar mereka adalah tidak adanya sopan santun dan adat istiadat sebagai orang Flores dalam menghargai tamu memaksa untuk melakukan aksi unjuk rasa.

“Padahal, Presiden Jokowi yang selama ini terus memberikan perhatian yang besar terhadap Provinsi NTT khususnya Manggarai Barat,” kata Ferry.

Ferry menduga, penolakan tidak datang secara tiba-tiba namun telah didesain untuk tujuan tertentu. Padahal, sama-sama bertujuan menjaga habitat dan konservasi serta pelestarian alam, semua bisa saja terjadi jika ada kepentingan dan tujuan yang lain di balik penolakan.

“Jangan menjerumuskan masyarakat dengan membawa ke ranah politik, itu akan membuat polemik yang berkepanjangan dan tidak akan selesai begitu saja kecuali ada bergaining yang menguntungkan,” kecam Ferry.

Lebih lanjut, Ferry juga menuturkan, jika penolakan tersebut terkait mekanisme tarif maka sampaikan saja dengan pihak-pihak terkait, karena semuanya belum final dan masih bisa dibicarakan.

“Seharusnya para travel agen berorientasi pada pemeliharaan dan konservasi objek wisata yang hanya satu-satunya di dunia,” jelasnya.

Sebab, objek wisata sangat mahal nilainya dan dari sinilah mereka bisa bertahan hingga hari ini dalam menjual jasanya. “Jika satwa langka ini terganggu habitatnya dan Pulau Padar menjadi rusak maka kemana dan siapa yang harus bertanggungjawab,” imbuhnya.

Sumber: Jawa Pos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *