JAKARTA – International Monetary Fund (IMF) meminta para bank sentral untuk segera menaikkan suku bunga acuan, merespons kenaikan inflasi di sejumlah negara. Namun, Bank Indonesia (BI) tetap memilih mempertahankan suku bunga acuannya rendah di level 3,5 persen.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Sahminan menjelaskan, setiap negara memiliki bauran kebijakannya masing-masing. Sebab, kondisi perekonomian domestik setiap negara berbeda-beda, termasuk tingkat pemulihan ekonominya.
Kecepatan pemulihan ekonomi negara maju dan berkembang tentu tak sama. “Sehingga kebijakan yang dibuat tidak bisa one size all. Perlu ada bauran kebijakan yang sesuai dengan takarannya,” ungkapnya dalam 3rd FMCBG di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu.
BI harus melakukan komunikasi, perencanaan dan kalibrasi dalam menentukan normalisasi kebijakan. Selain itu, bank sentral juga perlu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dari sisi fiskal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari sisi mikroprudensial. Hal tersebut yang kemudian diformulasikan.
“Jadi, bukan kita tidak mau. Yang perlu dilakukan oleh suatu negara membuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi terkini agar langkah yang diambil tidak membahayakan pemulihan ekonomi negara,” tandasnya.
BI juga terus mengupayakan cross border payment dengan 5 negara ASEAN. Meski demikian, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut masih ada tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan transaksi keuangan lintas negara tersebut. Yakni, harga yang mahal, lambat, akses yang terbatas, dan kurangnya transparansi.
Dia menilai, kerja sama itu penting di tingkat global. Seiring, besarnya peluang untuk meningkatkan ekonomi dan keuangan digital.
Termasuk meningkatkan digitalisasi untuk mendorong inklusi ekonomi dan keuangan. Seperti remitansi, perdagangan ritel, dan UMKM.
“Dalam presidensi Indonesia di G20, kami akan terus mengakselerasi progres cross border payment system dan melakukan harmonisasi protokol penukaran data. Serta berkoordinasi dalam memonitor progres dalam roadmap yang sudah disiapkan,” tegas Perry.
Sumber: Jawa Pos