Pengamat dan investor aset kripto Vinsensius Sitepu menjelaskan, kinerja kripto yang turun beberapa waktu lalu itu selaras dengan anjloknya pasar saham di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain.
’Itu karena dolar AS (USD) yang terus naik sebagai dampak kebijakan kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed),’’ ujarnya kepada Jawa Pos, Jumat (22/7).
Vinsen menuturkan, jika ingin melihat bagaimana prospek aset digital itu harus berkaca pada kebijakan yang akan diambil The Fed. ’’Suku bunga dan kebijakan tapering masuk jadi variabel baru untuk melihat dinamika pasar kripto,’’ ucapnya.
Menyoal kondisi ekonomi global, isu resesi pun mulai menjadi ancaman. Menurut Vinsen, investor kripto tak perlu khawatir. Sebab, dinamika pasar adalah hal yang wajar. Dia mengimbau para investor untuk berkaca pada tujuan investasinya. Jangka pendek atau jangka panjang, serta menyesuaikan dengan profil risiko masing-masing.
’’Kalau trader alias yang jangka pendek, bisa melihat kinerja antara 7–30 hari. Kenaikan 10–30 persen dalam sepekan itu sudah lumayan,’’ katanya.
Berbeda lagi dengan investor yang lebih menitikberatkan jangka panjang. Bagi mereka yang bertujuan investasi dengan rentang waktu 5–10 tahun, naik turun aset bukanlah perkara besar. Sebab, jika kondisi ekonomi global membaik, tentu kripto juga kecipratan cuan.
’’Kondisi ekonomi yang sedang turun seperti ini memang harus terjadi. Kalau tanpa ada kebijakan suku bunga tinggi, inflasi akan menggerus pertumbuhan ekonomi dan merugikan pasar kripto,’’ tuturnya.
Dia melanjutkan, jika resesi di AS benar-benar terjadi dan mungkin saja stagflasi muncul, The Fed sangat mungkin terpaksa menurunkan suku bunganya. Kondisi itu akan membuat USD melemah dan menjadi angin segar. ’’Baik bagi pasar saham maupun pasar kripto, karena dua pasar itu cenderung berkorelasi positif,’’ paparnya.
Sejalan dengan terus melejitnya aset-aset kripto, koin-koin dan token baru terus bermunculan. Awal tahun ini, publik tentu masih ingat momen para public figure yang berlomba-lomba meluncurkan token kripto.
Terkait hal itu, Vinsen mengakui bahwa industri kripto di tanah air masih terbilang baru. ’’Karena masih baru, banyak yang ’membonceng’. Jadi nggak tulus bikin project kripto,’’ ungkapnya.
Vinsen menyebutkan, para public figure yang sebelumnya ramai meluncurkan token kripto itu terbilang kurang serius. Sebab, produk yang diluncurkan tidak memiliki nilai jual yang menarik. Kondisi tersebut nyatanya berdampak pada investor kripto.
Seiring berjalannya waktu, lanjutnya, aset-aset yang benar-benar berbobot akan unggul di pasar kripto. Vinsen pun mengimbau investor tetap selektif dalam memilih aset-aset yang layak dibeli. Sebab, hal itu tentu berpengaruh pada cuan yang akan didapat.
’’Harapan saya, regulator dan otoritas bisa memberikan peran dan pengawasan menyeluruh. Dengan begitu, akan terbentuk ekosistem yang baik bagi instrumen kripto. Apalagi mengingat banyaknya kasus yang terjadi, karena demand pasar yang cukup besar pada instrumen ini,’’ terangnya.
DAFTAR 10 ASET KRIPTO DENGAN KAPITALISASI PASAR TERBESAR
(per Jumat, 22 Juli 2022)
• Bitcoin (BTC): Rp 6.750,16 triliun
• Ethereum (ETH): Rp 2.933,29 triliun
• Tether (USDT): Rp 986,16 triliun
• USD Coin (USDC): Rp 824,20 triliun
• BNB (BNB): Rp 652,48 triliun
• XRP (XRP): Rp 264,81 triliun
• Binance USD (BUSD): Rp 262,70 triliun
• Cardano (ADA): Rp 253,3 triliun
• Solana (SOL): Rp 222,49 triliun
• Dogecoin (DOGE): Rp 139,28 triliun
Sumber: coinmarketcap