JAKARTA – Kurs rupiah hari ini berpotensi melemah terhadap dolar AS. Pelaku pasar masih mencemaskan ancaman resesi global di depan mata yang membuat pemulihan pertumbuhan ekonomi dunia terancam melambat.
Mengutip data Bloomberg, Rabu 6 Juli 2022 pukul 09.24 WIB, kurs rupiah hari ini tengah diperdagangkan pada level Rp15.013 per dolar AS, melemah 19 poin atau 0,13 persen apabila dibandingkan dengan posisi penutupan pasar spot pada Selasa kemarin di level Rp14.994 per dolar AS.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI), Josua Pardede mengatakan, kurs rupiah hari ini berpotensi melemah terhadap dolar AS.
“Kemungkinan pergerakan hari ini ada di kisraran Rp14.950- Rp15.050 per dolar AS,” kata Josua kepada awak media, Rabu 6 Juli 2022 dikutip dari FIN.co.id.
Josua mengatakan bahwa rupiah hari ini masih tertekan oleh kecemasan pelaku pasar pada inflasi global. Inflasi global semakin mengancam yang ditandai dengan meroketnya inflasi di Amerika Serikat maupun Eropa.
“Euro akan semakin melemah terhadap dolar. Menguatnya dolar akan berimbas rupiah terdepresiasi,” ujar Josua.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di zona Eropa pada Juni 2022 melesat 8,6 persen year-on-year (yoy).
Ini merupakan rekor tertinggi sepanjang masa, dan lebih tinggi dari ekspektasi ekonom yang disurvei Reuters sebesar 8,4 persen.
ECB di bawah pimpinan Christine Lagarde, menjadi salah satu bank sentral utama yang masih mempertahankan suku bunga rendah, saat yang lainnya sudah menaikkan bahkan beberapa sangat agresif.
Tetapi pada Juni lalu, Lagarde secara terang-terangan mengatakan akan menaikkan suku bunga di bulan ini.
Suku bunga acuan ECB saat ini 0 persen, deposit facility -0,5 persen dan lending facility 0,25 persen.
Bulan ini, Dewan Gubernur ECB rencananya akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dan akan dilanjutkan lagi di bulan September 2022.
Dengan inflasi yang terus menanjak, ada kemungkinan ECB akan lebih agresif lagi. Hal ini membuat risiko resesi semakin besar.
Inflasi yang tinggi menggerus daya beli masyarakat, dan kenaikan suku bunga perbankan bisa memperlambat ekspansi dunia usaha. Alhasil, hal ini membuat resesi semakin dekat di depan mata.