JAKARTA – Industri teknologi finansial alias fintech masih sulit meraup untung. Status berizin dan terdaftar dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi pertimbangan pemberi dana (lender). Per Maret, industri fintech mencatat rugi Rp 25,41 miliar.
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menyatakan, status berizin berdampak signifikan bagi lender dalam memberikan kepercayaan. Ketika industri fintech masih berstatus terdaftar, beberapa pemberi dana masih mau memberi dana meski kecil. Setidaknya dibutuhkan waktu dua sampai tiga tahun setelah berizin untuk mulai memperoleh untung.
Perusahaan fintech yang baru mendapat izin pada masa pandemi Covid-19 juga sedikit tertahan. Mereka tidak bisa leluasa menyalurkan pendanaan. Ditambah, perbedaan segmen dari setiap perusahaan membuat peluang untung yang berbeda.
“Kalau nanti pada 2024 atau 2025 ada yang negatif, baru kita lihat mereka salah strategi pemasaran, termasuk strategi bisnisnya, atau salah dari sisi governance,” katanya.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan NonBank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan menyebutkan, baru 20 persen di antara jumlah penyelenggara menguasai pasar sekitar 80 persen. Dari data tersebut, dia menginginkan para pemain yang masih kecil terus meningkatkan kontribusi. Terutama penyaluran pembiayaan di sektor produktif.
Meski masih merugi, industri fintech pernah meraup untung Rp 7,56 miliar. Tepatnya pada Maret.
“Melalui pengembangan ekosistem, para penyelenggara (fintech) dapat memperluas kerja sama dengan berbagai pihak. Khususnya dalam penyaluran pada sektor produktif,” jelas Bambang.
Sumber: Jawa Pos