JAKARTA – Sebuah studi baru oleh SAP SE (NYSE: SAP) menemukan bahwa 91 persen usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia mengalami ketidakstabilan tenaga kerja, termasuk banyaknya pengunduran diri tenaga kerja ahli yang mencari pengembangan karir di perusahaan lain.
Hal ini tentu mempengaruhi proses digitalisasi bisnis mereka, mengingat 81 persen UKM menganggap transformasi digital memiliki peran kritikal bagi keberlangsungan organisasi mereka ke depannya.
Informasi ini terungkap dalam sebuah penelitian yang dilakukan SAP bersama Dynata Research berjudul ‘Transformational Talent: The impact of the Great Resignation on Digital Transformation in APJ’s SMEs’ seperti dikutip dari FIN.co.id.
Penelitian ini mensurvei 1.363 pemilik UKM dan pengambil keputusan di delapan negara di Asia Pasifik & Jepang (APJ), termasuk 210 responden dari Indonesia.
Dampak Pengunduran Diri yang Masif terhadap Transformasi Digital UKM di Indonesia
Di saat ekonomi dunia mulai perlahan pulih dari pandemi, pengunduran diri yang masif (the Great Resignation) menjadi tantangan bagi banyak bisnis di dunia.
Frasa ini pertama muncul pada tahun 2021 dan mengacu pada tren pengunduran diri dari pekerjaan oleh jutaan karyawan di dunia.
Riset yang dilakukan oleh SAP menemukan bahwa fenomena ini memiliki dampak besar terhadap UKM di Indonesia.
Sebanyak 25 persen responden setuju bahwa lebih banyak karyawan yang mengundurkan diri saat ini dibandingkan dengan 12 bulan yang lalu, sementara hampir 63 persen UKM mengatakan bahwa mereka menghadapi kesulitan dalam mengatasi dampak dari pengunduran diri yang masif.
Krisis ketenagakerjaan yang terjadi sangat mempengaruhi kemampuan UKM untuk melanjutkan proses transformasi digital mereka.
Selain membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan kegiatan sehari-hari mereka, UKM-UKM di Indonesia juga membutuhkan tenaga kerja lain yang lihai mengoperasikan teknologi digital.
Hal ini menjadi tantangan utama untuk proses transformasi digital UKM Indonesia, selain cybersecurity dan keterbatasan anggaran organisasi.
“Studi ini membuktikan bahwa ketidakstabilan dan krisis tenaga kerja bukan hanya ancaman eksistensial bagi UKM saja, tetapi berlaku juga untuk organisasi lainnya, ” kata Managing Director SAP Indonesia, Andreas Diantoro, dalam keterangannya, dikutip Jumat 15 April 2022.
.
“Transformasi digital merupakan cara paling dasar bagi UKM untuk dapat membangun ketahanan organisasi dan melakukan strategi inovatif yang dapat mendongkrak pertumbuhan bisnis mereka. Tanpa adanya tenaga kerja yang tepat untuk mendukung perkembangan mereka, maka proses transformasi pun turut terhalang. Investasi terhadap tenaga kerja juga harus sejalan dengan investasi inovasi, sehingga dapat membantu UKM di Indonesia dapat bertahan dan terus berkembang,” sambungnya lagi.
Investasi terhadap Tenaga Kerja dan Pengadaan Pelatihan untuk Mengantisipasi Pengunduran Diri yang Masif
UKM di Indonesia beranggapan bahwa berinvestasi pada tenaga kerja dapat mengurangi dampak pengunduran diri yang masif dan untuk meningkatkan kemampuan organisasi mereka dalam melakukan transformasi digital.
Responden mengatakan bahwa mereka sedang fokus terhadap peluang untuk mengembangkan skill (55 persen) demi meningkatkan talent retention selama 12 bulan ke depan.
Sementara untuk mempertahankan tenaga kerja, mereka melakukan insentif finansial sebagai strategi berikutnya (51 persen). UKM Indonesia juga turut berinvestasi dalam pola kerja yang fleksibel dan menawarkan peluang peningkatan karir (keduanya 50 persen).
Lebih dari 86 persen UKM mengatakan bahwa pengembangan skill diperlukan untuk mendukung transformasi digital. Sehingga 82 persen UKM Indonesia akan fokus pada pelatihan digital sepanjang tahun ini.
“Pengunduran diri yang masif sering disalah artikan sebagai karyawan yang meninggalkan pekerjaan mereka untuk mengejar tujuan lainnya. Padahal, sebenarnya bukan seperti itu,” kata Andreas.
“Tenaga kerja membutuhkan remunerasi yang tepat, fleksibilitas, dan perjalanan karir yang dikomunikasikan dengan jelas. Kami melihat bahwa memprioritaskan pengembangan skill, peluang pengembangan karir, memperluas akses terhadap teknologi dan pemilihan mitra yang tepat adalah solusi terdepan untuk mensejahterakan tenaga kerja UKM di Indonesia,” sambungnya.
Optimisme meningkat saat UKM beralih fokus dari bertahan menjadi fokus kepada pertumbuhan perusahaan
Setelah menghadapi tantangan yang signifikan selama dua tahun terakhir, UKM di Indonesia tak lagi hanya fokus untuk bertahan saja.
Sekitar 62 persen UKM APJ mengatakan bahwa perusahaan mereka sepenuhnya dapat bertahan selama terdampak oleh pandemi. Hanya 6 persen yang percaya bahwa mereka tidak dapat bertahan sama sekali.
Kepercayaan diri inilah yang telah menimbulkan optimisme tentang prospek pertumbuhan UKM mereka nantinya.
Data menunjukkan bahwa sebanyak 71 persen UKM di Indonesia merasa cukup, sangat, atau sangat percaya diri akan pertumbuhan perusahaan mereka selama 12 bulan ke depan.
Menurut Andreas, pola pikir seperti itu dapat menjadi hal yang positif bagi pertumbuhan UKM APJ.
Lupakan gigi palsu. Gunakan veneer baru yang 300 kali lebih baik.
“UKM bagi kami adalah pelopor untuk ekonomi yang lebih luas, mereka membentuk 97 persen bisnis di Asia dan mempekerjakan 50 persen tenaga kerja. Dan di Indonesia, mereka berkontribusi sebesar 61,1 persen terhadap perekonomian nasional (PDB) serta memiliki daya serap tenaga kerja sebanyak 117 juta pekerja atau 97 persen dari daya serap tenaga kerja dunia usaha di Indonesia. Saya sangat percaya bahwa ketika UKM berkembang, ekonomi akan tumbuh, dan berpotensi untuk membuat Asia menjadi makmur,” kata Andreas.
“Penggabungan optimisme, inovasi berkelanjutan, komitmen untuk mengembangkan tenaga kerja yang berkualitas, serta pembentukan ekosistem kerjasama yang kuat akan menjadi akar-akar pemetaan kesuksesan bagi UKM Indonesia dalam 10 tahun yang akan datang,” pungkasnya.